TULISAN 2
Hubungan
interpersonal
a.
Model-
model hubungan interpersonal
·
Karakter
Pribadi
Daya
tarik seseorang kepada orang lain pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua hal
: yang bersifat fisik ( rambut, kulit, wajah, tubuh ) dan yang bersifat
non-fisik ( kepribadian, intelegensi, minat, dan hobby ). Tidak ada jawaban
yang tunggal untuk pertanyaan “mengapa kita lebih menyukai seseorang dari pada
orang lain ?”
Para
ahli telah berusaha untuk mengidentifikasikan beberapa karakteristik umum yang
mempengaruhi rasa suka seseorang kepada orang lain. Karakter umum tersebut
antara lain adalah ketulusan, kehangatan personal, kompetensi dan daya tarik
fisik.
Ketulusan
yaitu sifat yang paling dihargai. Artinya pun meliputi banyak hal dan banyak
memberikan pendapat melalui setiap pandangan masing-masing orang seperti tulus,
jujur, setia, terus terang, terbuka dan dapat dipercaya.
·
Kesamaan
Kita
cenderung menyukai yang sama dengan kita yang sikap, nilai, minat, hobby, latar
belakang, dan kepribadian. Hasil penelitian Rubin ( dalam Atkinson dkk, 1993 )
menunjukkan lebih dari 99% pasangan suami istri di AS terdiri dari Ras yang
sama, mirip satu sama lain, memilih kesamaan ciri sosiologis ( usia, ras,
agama, pendidikan, dan kelas sosial) kesamaan secara fisik ( tinggi, warna mata
) serta ciri psikologia ( intelegensi ).
Orang
yang memiliki kesamaan dengan kita cenderung menyukai, mendukung, dan
menyetujui keyakinan kita tentang kebenaran kebenaran pandangan kita. Keadaan
sebaliknya kita tidak akan senang menjumpai orang yang tidak sependapat dengan
kita. Kesamaan nilai dan minat merupakan dasar untuk melakukan aktivitas
bersama dengan orang lain.
Menurut
teori keseimbangan kognitif, orang berusaha mempertahankan kelarasan dan
konsistensi diantara sikap mereka. Mengatur rasa suka dan rasa tidak suka
nmereka mejadi seimbang.
·
Keakraban
Menurut
Atkinson dkk. (1993) salah satu alasan bahwa kedekatan menimbulkan rasa senang
adalah kedekatan dapat menimbulkan keakraban. Hal ini merupakan suatu fenomena
yang umum. Fenomena ini oleh Sears dkk.(1992) dapat dijelaskan dengan apa yang
disebut denga efek eksposur belaka ( the mere exposure ). Efek ini merupakan
fonomena keseringan berhadapan dengan seseorang dapat meningkatkan rasa suka
terhadap orang lain. Hasil penelitian Zajonc dkk. Menunjukkan bahwa makin
sering subjek melihat suatu wajah, semakin besar rasa suka mereka terhadap
wajah tersebut dan semakin besar kemungkinan mereka menyukai orang itu.
·
Kedekatan
Menurut
Atkinson dkk (1993) salah satu prediktor terbaik mengenai apakah dua orang
dapat berteman atau tidak adalah seberapa jauh jarak tempat tinggal mereka.
Kenyataannya bila dua orang hanya tinggal dalam jarak 10 blok. Jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk berteman bila dibandingkan dengan mereka tinggal
bersebelhan satu sama lain.
Mengapa
kedekatan dapat menimbulkan rasa suka ? terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
daya tarik interpersonal dengan kedekatan. Pertama kedekatan biasanya
meningkatkan keakraban. Kedua keakraban sering berkaitan dengan kesamaan. Kita
sering kali memilih tinggal dan bekerja dengan orang yang kita kenal dan
selanjutnya kedekatan geografis kita akan meningkatkan kesamaan. Faktor ketiga
adalah bahwa orang yang dekat secara fisik lebih mudah didapat dari pada orang
yang jauh.
b.
Melalui
hubungan pembentukan kosan dan ketertarikan interpersonal dalam melalui
hubungan
Kehangatan
merupakan karakteristik pokok yang mempengaruhi pesan pertama kita mengenai
orang lain. Apa yang membuat orang lain nampak hangat dan ramah ? Atau sebaliknya
apa yang membuat orang lain tampak dingin ? Hasil penelitian Folkes dan Sears
(dalam Sears dkk, 1992) menunjukkan seseorang nampak hangat dan ramah apabila
ia menyukai hal tertentu yang sedang dibicarakan, memujinya, dan menyetujuinya.
Dengan kata lain memiliki sikap yang positif terhadap orang atau benda.
Sebaliknya orang dingin adalah bila mereka tidak menyukai hal tersebut,
meremehkannya, mengatakan hal tersebut mengerikan, dan biasanya mencelanya.
Hasil
penelitian Dion dan Berscheid (dalam Atkinson dkk, 1993) menunjukkan bahwa daya
tarik fisik ternyata tidak terbatas pada masalah kencan dan perjodohan. Anak
laki-laki yang rupawan ( usia 5 – 6 tahun ) ternyata lebih populer ketimbang
anak-anak yang kurang begitu menarik. Orang dewasa sekalipun akan lebih
terpengaruh terhadap daya tarik fisik seorang anak, baik secara fisik maupun
perilakunya.
c.
Intimasi
dan hubungan pribadi
Keintiman
tumbuh dari kebutuhan sebelumnya akan kelembutan, namun lebih spesifik dan
melibatkan hubungan interpersonal antara dua orang dengan status kurang lebih
setara. Keintiman berbeda dengan minat seksual. Bahkan keintiman berkembang
sebelum pubertas, idealnya selama praremaja yang biasanya didapati antara dua
orang anak-anak, masing-masing memandang pasangannya sebagai orang dengan nilai
setara. Oleh karena itu keintiman adalah dinamisme yang membutuhkan kemitraan
yang seimbang, maka hal ini biasanya tidak didapati dalam hubungan orang
tua-anak, kecuali keduanya dewasa dan memandang satu sama lain sebagai orang
yang sebanding.
Keintiman
adalah dinamisme dengan sifat integrasi yang cenderung untuk menarik reaksi
penuh cinta kasih dari orang lain, oleh karena itu dapat mengurangi kecemasan
dan kesendirian, dua pengalaman yang sangat menyakitkan. Oleh karenanya
keintiman membantu kita mengurangi kecemasan dan kesendirian, maka keintiman
adalah pengalaman berharga yang sebagian besar orang sehat inginkan.
d.
Intimasi
dan pertumbuhan
Dewasa
muda ditandai dengan krisis psikososial keintiman versus ketersaingan.
Keintiman adalah kemampuan untuk meleburkan identitas seseorang dengan orang
lain tanpa ketakutan akan kehilangan identitas tersebut. Oleh karena itu
keintiman hanya dapat dicapai ketika seseorang telah membentuk ego yang stabil.
Maka perasaan tergila-gila akan seseorang yang biasa ditemui pada remaja muda
bukanlah keintiman yang sebenarnya. Orang yang tidak yakin akan identitas diri
mereka sendiri bisa menarik diri dari keintiman psikososial atau dengan putus
asa mencari keintiman dari hubungan seks yang tidak bermakna.
Sebaliknya,
keintiman yang matang berarti kemampuan dan kemauan untuk berbagi rasa percaya
yang timbal balik. Hal ini melibatkan pengorbanan, kompromi, dan komitmen dalam
hubungan dua orang yang setara. Hal ini harusnya merupakan syarat pernikahan,
namun banyak perkawinan kurang memiliki keintiman karena anak muda menikah
sebagai bagian dari pencarian identitas yang mereka gagal lakukan selama
remaja.
Sumber:
Dwi Riyanti, B.P. , Prabowo Hendro, Psikologi Umum 2, Gunadarma, Jakarta,
1998.
Jess Feist, Gregory J. Feist, Theories
of Personality 7th ed, Penerbit
Salemba, Jakarta, 2010.
Penerjemah : Handriatno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar